Jari-jari tangankupun tidak bisa diam. Tapi aku sudah tidak bisa lagi merasakan kehalusan kulit pahanya itu. Bokepindo Tapi aku tidak pernah memikirkan biayanya. “Punya ijazah apa?”. “Terima kasih, Bi”, ucapku. Dan aku juga menempati kamar lain yang jauh lebih besar dan lebih bagus. Dan aku semakin tidak tahan dengan perlakuannya yang semakin liar dan brutal. Entah sudah berapa kilometer aku berjalan kaki. Betapa tidak, ternyata Nyonya Wulandari tidak pernah puas kalau hanya satu atau dua kali bertempur dalam semalam. Aku langsung mengemasi pakaian dan apa saja milikku yang bisa termuat ke dalam tas ransel. Terkadang ada juga mobil yang minta diperbaiki. Bagaimanapun aku lelaki normal. Membayangkan semua yang baru saja terjadi hingga terbawa ke dalam mimpi yang indah.Sejak malam itu aku kerap kali dipanggil ke dalam kamarnya.
