Fera datang. Aku bergegas naik angkot yang melintas. Bokepindo Pletak, pletok, sepatunya berbunyi memecah sunyi. Wanita muda itu sudah keluar sejak melempar celana pijit. “ Mbak Fera.., aku mau makan dulu. Dari iramanya bukan sedang berjalan. Jagain sebentar ya..! Jarinya mengelus tdiap mili selangkanganku. Dingin. ” katanya melenguh. Kejantananku sudah mengeras. Kring..! Darahku mendesir. Aku masih penasaran, dia seperti tanpa ekspresi. ”
Dia menyerahkan nomor telepon di atas kertas putih yang disobek sekenanya. Darahku mendesir. Wanita muda itu mengikuti di belakang. “ Ngapadian sih di situ..? Jangan di sini..! Bau badannya tercium. Ah bodoh. Aku tidak menjepit badannya. Lalu pijitan turun ke bawah. Dia terus mengelap selangkanganku. ” hah..? Dari jarak yang begitu dekat ini, aku jelas melihat wajahnya. Aku mengurungkan niatku. “ I… i… iya sama-sama ” balasku,
Sebenenarnya aku ingin sekali ada bahan yang yang bisa kami omongkan lagi, agar aku tidak perlu curi-curi pandang kepadanya. Dia tidak melanjutkan kalimatnya.
